thescotyschol

Welcome to my blog :')

Selasa, 30 Oktober 2012

Remembrance




 Hujan sore ini cukup deras sehingga membuat suasana dan suhu di kampungku menjadi lebih sejuk bahkan bisa dikatakan dingin. Kampungku masih sangat asri, masih banyak pepohoan hijau yang rindang, tak seperti gambaran kota yang sering kulihat di berita TV, dimana ada banjir, tumpukan sampah, dan jarang sekali ditemukan pohon. Hujan kali ini turun disenja hari, membuat kampungku bisu dan hening dari segala aktivitas warga yang biasanya terjadi. Ku pandang sekelilingku tampak jelas pepohonan sedang menari-nari setelah menikmati derai hujan, rerumputan bersorak gembira untuk sisa –sisa hujan, sementra burung-burung hilir mudik untuk kembali kesarangnya sebab malam akan segera tiba.

 
Suasana senja ini mengingatkanku pada seorang yang pernah menjadi bagian terpeting dalam hari-hariku. Masih teringat jelas saat pertama kali dia datang ke kampungku ini. Dia pernah berkata : “Aku suka suasana kampungmu, kenapa tak dari dulu kau ajak aku kesini?” Dia begitu menikmati suasana ramah dari kampungku.  Aku pernah mengajaknya berkeliling kampungku. Dia sangat terkesan dengan taman yang ada di kampungku. Kebetulan dulu dikampungku segaja dibangun taman yang  sampai sekarang masih dijaga kebersihannya dan keindahannya. Waktu itu kami sangat menikmati suaana sekeliling taman kmpung , tepat di sebelah taman kampungku terdapat sungai kecil yang menjadi tanda perbatasan dengan kampung sebelah. Sore itu hujan juga turun dengan perlahan menambah indah suasana kampungku.
Di tengah taman dia berkata padaku, : “ Aku sangat menyayangimu, aku tak tau apa nanti    jadinya aku tanpamu” aku menjawab dengan lembut : “Jangan takut sayang, kamu tak kan pernah kehilangan aku” seketika itu dia memeluku dengan erat.  Suasana itu menjadi lebih indah dengan hujan yang turun membasahi tubuh kami.

Segera kita berlari untuk berteduh di gardu pos ronda kampungku. Gardu itu dibangun dari bambu beratap genting yang masih sangat sederhana. Di gardu itu ia bercerita tentang kesannya terhadap kampungku yang jauh berbeda dengan kompleks tempat ia tinggal. Hujan telah reda sedangakan waktu terus bergulir dan memaksa kita untuk segera memacu  sepeda menelusuri jalan kampungku. Jalan di kampungku  adalah jalan corblok dari batu yang dicampur adukan semen, sehingga jalan itu cukup aman dan tak licin jika dilewati saat musim hujan seperti ini. Kampungku tidak begitu luas namun bisa dibilang cukup bersih, dan itu membuat kita tak membutuhkan banyak waktu untuk mengelilinginya.
Entah tindakan bodoh macam apakah ini? Tanganku meraih sepeda dan kembali mengelilingi kampungku. Sepeda biruku terhenti lagi di taman kampung, taman itu terliihat beda dengan berambahnya deretan taman bunga, namun yang lain tetap sama. Bangku taman yang berjajar seolah membeku  dan merengek berharap medapat selimut. Sungai yang semakin deras debit airnya setelah hujan. Kupaksa hatiku untuk tak menghiraukannya dan mulai lagi mengayuh sepedaku ku lewati lagi gardu pos ronda itu, masih sama seperti dulu. Bambu berjajar sebagi alas duduk, atap genting yang basah dan meneteskan sisa air hujan, sementara lampu 10 watt yang jadi penerang telah memancarkan sinarnya. Jalan kampung yang tetap seperti dulu, hanya saja perlu diperbaiki.
Oh Tuhan...... bodohkan aku kembali mengingat semua ini? Mencoba membuka lagi ingatan ini? Suasana kampungku saat senja sehabis hujan turun mengingatkanku pada seseorang yang hatinya tak lagi untukku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar