Minggu, 29 Juni 2025

LINE


Biar hilang bersama aplikasi yang tak teristall. Masih ingat kan, kalau aku suka bercerita? Aku suka menceritakan apapun kepadamu. Tapi semenjak energi itu lenyap, semuanya senyap. Bunyi notifikasi favoritku pun hening. Hijaunya mulai memudar, berganti coklat. Siap untuk gugur dan mengering. Sudah empat bulan semenjak bunyi notifikasi itu lenyap. 

Kamu tak lagi tertarik menggunakannya. Ketertarikanmu padaku pun juga sirna seketika. Maukah kau ceritakan kepadaku, apa yang membuatmu berubah pikiran? Apa yang telah kulakuan hingga kita berakhir seperti ini? 

Puluhan kali kutanyakan. Tapi tak pula ku dapatkan jawaban. Jawaban itu juga lenyap seiring notifikasi yang senyap.

Katamu waktu kita sudah habis. Tapi aku masih ingat jelas kalimat ini. WAKTU SELALU ADA, KITA YANG TIADA. 

Mungkin, memang kamu yang tiada. Energi itu bagaikan hilang ditelan kilat. 

Jumat, 27 Juni 2025

Meski

Akhir-akhir ini aku kurang suka dengan kata itu. Ketika aku bertanya, "Sayangkah kau padaku?"

Dan kamu menjawab, "Sayang, meski pun ...."

Kenapa tidak kau jawab dengan "Sayang" saja. Kenapa harus ada meski yang mengikutinya. Bukankah sayang dan kasih ada tanpa syarat?

Kamis, 26 Juni 2025

Kemelekatan

Beberapa waktu belakangan ini, terasa familiah sekali dengan kata kemelekatan. Bahwa manusia harus belajar melepaskan semua kemelekatan. Bahwa semua hal yang ada di dunia ini sama sekali tidak ada yang milikmu. Bahkan tubuhmu sendiri. Semua yang ada di alam semesta ini milik Tuhan dan milik alam. Katanya, dengan melepaskan kemelekatan, kita bisa mencapai titik happiness. 

Tapi bagimana caranya, Tuhan? Dia tidak membalas pesan singkatku selama kurun waktu tertentu saja, aku sudah patah hati. 


Hari ini aku kembali menanyakan hal yang sama. Aku hanya perlu satu kata saja. Namun kamu akhir-akhir ini selalu menambahkan kata "meski". Aku tidak perlu kata meski.

Selasa, 24 Juni 2025

Aku Tidak Tau

Liburan kali ini, aku memutuskan hanya pulang selama satu minggu. Entahlah. Aku tak mengerti. Aku membeli tiket di hari Minggu. Padahal aku masih bisa pulang di hari senin. Apa aku reschedule saja ya?


Akhirnya aku ubah. Tinggal sehari lebih lama nampaknya bukan perkara ❤️


Sudah paling tepat. Hari minggu nampaknya masih terlalu cepat. 

Jumat, 20 Juni 2025

Melipat Baju


Beberapa waktu belakangan, aku berpikir keras. Bahkan sampai terasa sakit kepalaku. Aku punya sebuah baju. Swjak tahun 2017, baju ini adalah kesayanganku. Aku mengenakannya setiap hari karena aku sangat menyayangi bajuku ini. Dalam kurun waktu delapan tahun ini, bajuku sudah melewati banyak fase. Basah kuyup, letih berkeringat, bau asap jalanan, kesempitan karena berat badanku naik, atau bahkan longar selongar-longarnya ketika tubuhku mulai ideal karena dihajar habis-habisan mengangkat barbel. 


Setelah delapan tahun ku kenakan, ak mulai mendapati bajuku bolong dan sobek. Mungkin karena aku terlalu keras mencucinya. Ada bagian bolong juga karena tak sengaja tersengat setlika. Bbrp tahun belakangan memang sudah tak layak baju ini dipakai. Tapi aku sayang. Jadi aku terus mengenakannya. Hal yang menyedihkan bahkan aku mendapati diriku masuk angin karena memakai baju yang bolong ini. Aku tau aku harus berhenti dan mencari baju yang lain, tapi aku terus menyangkalinya karena aku sudah terlanjur nyaman mengenakan baju ini. Baju ini memberiku kenyamanan yang belum pernah aku dapatkan sebelumnya. Bahannya adem, potongannya pas, warnanya hitam, walaupun aku tak bisa memakan baju ini keluar rumah. Aku tidak bisa menampilkan bajuku yang compang camping ini kepada orang lain. Nanti apa kata mereka ketika mereka tau aku mengenakan baju compang-camping. 


Tapi beberapa waktu ini, aku mulai menyadari dan menerima. Aku harus mencuci dan memberinya pewangi. Untuk kemudian dilipat dan dimuseumkan sebelum mungkin nanti di waktu selanjutnya, disingkirkan. Berat awalnya, tapi pelan-pelan aku harus menerima. Mencari lagi baju yang pas dikenakan. Walaupun prosesnya tak mudah pastinya. Tapi akan kutemukan lagi baju yang nyaman itu, yang bahannya lebih halus, potongannya pas, yang bisa aku tunjukkan kepada semua orang. Dan yang tak kalah pentingnya, yang bisa membuatku terlihat lebih percaya diri dan menyayangi diriku sendiri. Memang menghilangkan kemelekatan itu suatu keharusan. ❤️‍🩹

Kamis, 19 Juni 2025

Air Mineral Gelas


Hari ini aku ada meeting di kantor yayasan. Bahas masterplan digitalisasi sistem. Selain orang-orang kantor dan yayasan, ada partner kerja dari perusahaan programming. Penjelasan dari presentasi jelas sistematis dan berdasarkan data. Pembagian kerjanya juga terlihat apik. Di ruang meeting tadi juga ada pimpinan perusahaan programming tersebut. Yang cukup membuat ak terhenti dan berpikir sejenak adalah bagaimana pimpinan perusahan tsb memperlakukan tim kerjanya. 

Data dan materi yang dijelaskan pagi ini cukup runut dan panjanh. Kami mulai meeting pukul 09.00 WIB. Berakhir di pukul 11.30an. Nah salah satu programmer yang menjelaskan data tadi cukup panjang menjelaskan data, sampai pimpinannya tadi dengan penuh kesadaran membuka kotak snack timnya, mengambil air mineral gelas di dalamnya, lalu mencoblos air mineral tersebut dengan sedotan, lalu mempersilakan timnya tadi berhenti sejenak untuk minum. "Ini, minum dulu," katanya dengan nada halus.

Ohhh, i can't. Dalam hati aku langsung trenyuh. Sederhana, namun menusuk hati. Bahasa tubuh yang penuh perhatian dari seorang pimpinan kepada timnya. Act of service yang luar biasa. Seyogyanya, ku pikir, memang seperti itulah leader sejati. ❤️‍🩹


Memahami dan menyediakan diri tanpa banyak bicara.

 

Senin, 16 Juni 2025

Langkah Kecil


Tahun 2017 memulai satu langkah kecil yang membawaku ke tempat dan suasana seperti sekarang. Satu langkah kecil yang ku ambil waktu itu ternyata membawaku ke dalam sebuah keputusan yang harus selalu aku ambil setiap saat. Keputusan yang menyangkut masa depan seseorang yang juga akan memulai langkah kecil. Berat sekali jika ditilik kembali. Berada di posisi ini, tentunya banyak sekali kerikil yang sudah terinjak dan hampir menjatuhkan. Entah mengapa, sampai sekarang rasanya masih tak pantas berada di posisi ini. Masih terlalu sedikit langkah yang kuambil. Dalam setiap keputusan, aku coba untuk memikirkan seribu dua ribu kalii. Bahkan membuatku terjaga hingga pagi. 


Huhu. Entahlah. Sampai sekarang masih bingung. Ingin rasanya pergi dari tempat ini. Kembali mengambil langkah kecil yang membawa ke tujuan yang berbeda. Bisa kah?? Tuhan?

Pisau tumpul dan Buah Durian


Jadi?

Bagaimana?

Sudahkah kamu berkontribusi baik?

Apakah yang kamu berikan pada akhirnya juga merupakan perjuangan yang sia-sia?

Pertanyaan itu yang sedari tadi bergemuruh dalam hati. Seketika, setelah keluar dari ruangan yang biasanya dingin menusuk tulang, tapi hari ini terasa gerah, kepala terus menilik hati. Sudahkan suara itu cukup? Atau akan percuma seperti sebelumnya? 

Akan ku analogikan kondisi hari ini seperti seseorang yang menggunakan sebuah pisau untuk menyajikan sebuah durian. Tapi pisau itu tumpul. Durian yang montong itu tidak dapat terkupas sempurna karena ketumpulan pisau itu. Padahal orang yang menggunakan pisau itu memiliki tangan yang kuat untuk membelah durian itu. Tapi sekali lagi, pisaunya tumpul. Dan akhirnya, durian itu tidak terbelah. Yang bisa diusahakan adalah membabat duri dari durian itu. Dan menyajikan durian itu dengan duri yang sudah dibabat, tapi tidak terkupas. Hehe, dan disajikan begitu saja. Apakah bisa dimakan? HARUSNYA TIDAK. Tapi harus dimakan karena sudah disajikan. Sakit memang, karena harus berjuang untuk dapat memakan buahnya dengan baik. Apalagi dengan menghunakan pisau yang tumpul. 


Alangkah naifnya, kenapa pisau itu tidak diasah dulu. Padahal tenaga manusianya memadahi untuk mengupas durian tersebut agar dapat dinikmati dengan nikmat. 


Tapi ini bukan tentang pisau tumpul dan buah durian. 


Tanggungjawab?? Kebijaksanaan? Belas kasih?