Pesan singkat tersebut menyembul di notif siphone ku yang kala itu tengah hening.
"Solo yuk, naik kereta." Balas teman yang lain.
Lalu kami mulai mencari informasi keberangkatan kereta, hotel, dan akomodasi lainnya.
Namun sayangnya, rencana itu terhenti.
Rabu malam, 28 Mei 2025 setelah letih seharian pelatihan kurikulum dan diakhiri dengan rapat kelulusan di tempat kerja. Teman yang sama mengatakan di ruang tengah, "Aku ro Pauline meh neng Cisadon sisok Jumat. Melu ra?" Tanpa pikir panjang ku jawab, "Melu!" Jawabnya kembali, "Tapi jam setengah enem. Pie?" Mau pukul berapapun berangkatnya, yang penting aku ikut. Aku bisa menyesuaikan waktu.
Pagi itu, alarm berbunyi tepat pukul 05.00 WIB. Seperti biasanya. Hari ini masih Jumat. Jadi alarm bangun kerja masih menyala. Memang sengaja tidak ku matikan. Setelah sebelumnya juga menyala di hari kamis, hari libur Kenaikan Tuhan Yesus. Pesan singkat kembali menyembul di layar siphone. Tertulis apa saja yang kiranya perlu kami bawa untuk persiapan tracking di Cisadon pagi ini. Aku memang sengaja tidak mencari informasi mengenai tracking Cisadon. Entah mengapa, aku merasa tidak masalah mau tracknya seperti apapun yang paling penting jalan dan tidak di kosan.
Long weekend kali ini cukup panjang, dari Kamis hingga Minggu. Aku tidak mau berbaring di kamar dan pada akhirnya menangis lagi. Maka, apapun kegiatannya, akan aku lakukan. Sebelum aku lanjutkan cerita, di hari sebelumnya, alih-alih gereja di Katedral Bogor, aku juga memutuskan untuk ikut Misa Kenaikan di Katedral Jakarta lalu berkeliling Jakarta setelahnya.
Yuk balik ke cerita Cisadon. Pagi itu kami berangkat dari tempat tinggal pukul 06.15 WIB. Setelah menempuh perjalanan sekitar 45 menit kami sampai di tujuan kami. Perjalanan kami dimulai pukul 07.15 WIB. Apa yang ada di dalam pikiranku waktu itu? sesederhana, wah menarik nih. Di perjalanan kami disambut dengan peternakan sapi yang sangat besar. Peternakan sapi itu milik Presiden yang menjabat periode ini, Prabowo Subianto. Presiden ini memang diketahui memiliki banyak aset, bebrapa di anataranya aset properti di Sentul berupa Villa dan ladang yang luas.
Setahun sebelumnya, aku juga memiliki pengalaman tracking dengan seorang teman kos. Namanya adalah Bulan. Kami tracking di Sentul juga. Namanya adalah jalur Leuwi Hejo. Menyenangkan sekali waktu itu, walaupun aku harus kehilangan topi kesayanganku karena keteledoranku. huhuhu *cry*
Ku pikir track nya akan kurang lebih sama. Namun yang ini sedikit berbeda. Jika tahun sebelumnya jalur yang kami tempuh dari awal sampai akhir sekitar 8KM, yang kali ini dua kali lipatnya. Tracknya pun lebih menantang. Track yang kali ini lebih banyak menanjak dan berbatu besar. 10 menit pertama, kami baru sampai di gerbang ticketing. Setiap orang dikenakan biaya Rp. 5.000,- Di samping gerbang ticketing ada pos jaga TNI.
Kami memulai perjalanan itu dengan penuh semangat, banyak sekali celotehan yang kami percakapkan mulai dari yang penting hingga sedikit tidak penting. Jalanan di hadapan kami adalah jalanan penuh bantu dan menanjak curam dan tajam. Di awal perjalanan ada seekor anjing yang setia menemani kami. Kami memberinya nama Coki. Karena saat itu, teman saya berjalan sambil memakan coki-coki. Karena warna anjingnya pun juga cokelat. Coki ikut berjalan dengan kami kurang lebih selama 20 menit.
Coki
Dua kilometer berjalan, kami masih semangat ditemani coki. Pemandangan di sekeliling kami, tentu memukau. Banyak pohon hijau, saluran pipa air yang kadang bocor di beberapa titik. Udara masih sangat sejuk kali ini, karena masih pagi sekali.
hijau sejauh mata memandang
Perhentian pertama ada di kilometer ke tiga. Kami menyantap perbekalan. Kedua temanku memutuskan untuk memakan sosis kemasan yang sebelumnya kami beli dalam perjalanan berangkat di salah satu minimarket dekat tempat tujuan. Sedangkan aku, masih memutuskan untuk berpuasa. Waktu ini masih terlalu pagi untuk makan. Ketika mereka menyantap bekal, aku membuat sebuah gelang tempel dari solasi. Sudah kupikirkan dari semalam. Aku akan membuat gelang bunga dari solasi. Aku akan meminta bunga dari alam selama perjalananku untuk ditempelkan di pergelangan tanganku. Hasilnya cantik. Nanti ku perlihatkan.
Oke Lets go!! Perjalanan kami dimulai kembali. Setelah sarapan, kami akhirnya sampai di gapura selamat datang. Gapura itu jaraknya kurang lebih tiga kilometer dari gerbang ticketing. Ya, tiga klio meter wkwkwkwk. Menyenangkan sekali. kami melewati banyak sekali jalanan yang tanahnya basah. Untungnya kami masih pagi berangkatnya, jadi jalanan itu belum dilewati banyak kendaraan yang akan membuatnya tambah becek.
Setelah kilometer ke lima, kami memutuskan untuk berhenti kembali di sebuah gubug kecil yang di depannya terdapat kursi panjang. Sangat disayangkan bahwa di depan gubug itu banyak sekali sampah berserakan. Sampah botol minum.Aku tak tau mungkin itu sengaja dikumpulkan di situ untuk kemudian dikepul dan dijual. Ku tengok smartwatch ku, sudah lima kilo meter lebih sedikit kami berjaalan. Ku putuskan untuk sarapan.
Satu pisang dan dua kurma. Makan pisang with a view, kalau bahasa gaul nya. Hahaha. Sambi, curhat dikit. Tampilan foto di blogger nggak bisa diatur tata letaknya. Hanya bisa diinput-input. Nggak bisa diatur tulisannya di samping foto. sayang banget, jadi makan tempat dan space.
By the way, kenapa pisang dan kurma? huhuhuu ini adalah usahaku untuk tetap menjaga bentuk badan yang semakin melebar. Sepertinya ini adalah fase tergendutku sepanjang usiaku. Sedih pakai banget. Kombinasi sempurna dari stress dan makan tidak teratur aspuannya selama setahun belakangan. Seenggaknya mencoba untuk tidak makan berat pagi-pagi. Kalau kata dokter Tirta, menu itu adalah menu sempurna untuk asupan energi sebelum melakukan aktivitas.
YUKK LANJUT!
Setelah ini masih banyak tangakan yang harus dilalui. Tracking kali ini aku memang memutuskan untuk tidak memakai sepatu, tapi memakai sendal gunung. Selain karena sayang sepatu putihku, aku juga tidak yakin solnya akan bertahan. Karena beberapa waktu yang lalu, ketika berjalan di Kebun Raya Bogor, satu solnya sudah lepas huhuhu. Jadi sudah ku bulatkan tekat untuk memakai sendal gunung.
Ini adalah gambaran jalanan sepanjang jalur tracking kali ini. Berbatu, dan aku menggunakan sendal gunung. Malam sebelum kami tiba, hujan deras turun di Bogor, mungkin kawasan ini juga hujan. Sepanjang jalan tanahnya lembab, selain bebatuan.
Fiuhh, lelah sekali rasanya. Walaupun aku tidak meyesali sama sekali keputusan ini. Ketika teman-temanku mengatakan, "Kalau ada orang yang ngajakin aku ke sini lagi, aku nggak mau!" Tapi dalam hati aku menajwab,"Aku mau!" aku suka berada di tengah hutan dan berjalan. Tapi hal itu tidak ku sampaikan tentunya. Aku lebih suka berdiam dan menikmati apa yang terhampar.
Perhentian selanjutnya, Cafe di tengah hutan. Cukup Luas, tertata, dan apik. Bisa untuk nongkrong cantik. Walapun kalau sampai sini juga PR banget wkwkwk. Tapi menjawab kebutuhan warga tengah kota. Kami berhenti untuk meluruskan kaki. Pastinya kedua temanku yang meluruskan kaki. Di dala. perjalanan, aku tidak banyak mengeluh, karena aku suka sekali suasana ini.
Di kafe itu ada pohon yang sangat eye catching. Di batang pohon yang besar itu tertempel map. Pohon itu sangat menarik perhatianku hingga akhirnya aku mengabadikan rupanya. Batangnya sangat besar, tapi daunnya masih sedikit. Sepertinya, pohon itu ditebang sebelumnya, hingga memunculkan daun yang masih sedikit namun rimbun cantik sekali.
Kami berhenti lima menit di dekat pohon ini. Perjalan kali ini membutuhkan waktu yang relatif lama, karena kecepatan jalan harus kami sesuaikan antara satu dengan yang lainnya. Kami banyak didahului pengunjung yang lain. Tapi itu bukan menjadi masalah.
Setelah melewati cafe kami bertemu dengan ladang kopi yang sangat luas. Ya, luas sekali. jalanan di sekitar ladang kopi tersebut juga masih naik turun. Bisa nggak bayangin punya ladang kopi yang luas banget. Sekali panen berapa ya keuntungannya. Tapi harus dipikirkan juga untuk perawatannya wkwkwk. Setengah jalan aku baru menyadari kenapa jalanan dibuat berbatu. Kondisi pegunungan yang jika hujan sangat licin dan becek tentunya. Mau tidak mau jalanan harus dibuat berbatu agar bisa dilewati kendaraan.
Jalanan seperti ini sedikit mengingatkanku akan masa kecilku di desa. Ketika selesai libur panjang, guru olahraga akan mengajak siswanya untuk berjalan mengelilingi desa. Percis sama kondisinya dengan tracking kali ini. Bedanya jalanan di rumahku sudah dibuat dengan sedemikian rupa sehingga cukup halus untuk dilewati. Pastinya karena jalanan di sekitar sekolah dan rumahku tinggal bukan pegunungan, jadi tidak perlu dibuat dengan batu yang terjal.
Video di atas adalah video celetukan yang mungkin bisa menambah semangat. Dan di video itu mengambarkan bagaimana kondisi ladang kopi yang kami lewati. Dan aku baru tau, ternyata bunga kopi sangat cantik. Warnanya putih, Kelopaknya panjang.
Cantik ya.
Ladang kopi ini membawa sedikit harapan. Karena ketika kami bertanya kepada pengunjung yang lain, Danau tujuan kami tidak lagi jauh. hanya perlu waktu 35 menit lagi untuk sampai. Dua kilometer lagi kami sampai tujuan. Di situ energi kami makin bertambah. Ah menyenangkan. Tapi ternyata, masih agak jauh wkwkwkwk. Masnya yang kami tanya sebelumnya nampaknya berlari untuk mendapatkan 35 menit tadi wkwkw. Tapi tak apa. Menyenangkan.
Setelah menempuh perjalanan sejauh delapan kilometer, pukul 10.30 WIB tepatnya, kami sampai tujuan. Danau Cisadon. Dan wahh, pemandangannya sangat asri dan menyenangkan. Danau di tengah bukit. Ada sebuah sungai kecil sebelum kami menyentuh danau utamanya. Ketika kami sampai, kabut masih cukup tebal. Kabut itu membuat siluet pegunungan dengan pohonnya tampak begitu magis. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana pemandangannya jika kami sampai lebih pagi. Pasti kabutnya masih sangat tebal dan suhu dinginnya yang menenangkan.
Cantik yaa. Membayar semua jalanan terjal berbatu yang kami lalui sejauh kurang lebih delapan kilo meter.
Sampai di sana. Kami menikmati hamparan danau dan pegunungan hijau. Di dekat danau ada sebuah warung yang menjajakan makanan. Menu yang disediakan hanya mie instant dan berbagai macam menu minuman dan camilan. Kami memesan mie instant goreng ditambah telur, sayangnya, tidak ada sayur di daftar toppingnya. Dan magisnya di sana tidak menjual menu minuman dengan es. Hanya menu minuman panas dan minuman suhu udara yang mereka jajakan. Tentunya aku cukup dengan seporsi mie instant tambah satu telur. Sedangkan dua temanku menghabiskan dua bungkus mie instant. Aku masih punya kacang mede madu yang ku beli di mini market bersamaan dengan sebuah pisang yang ku makan tadi pagi.
Setelah menghabiskan makan siang, kami memutuskan untuk segera turun, karena kami khawatir jika terlalu lama di atas, sore akan turun hujan. Kami memutuskan turun setelah mengambil potret diri di tempat yang sudah disediakan sedemikian rupa sehingga pengunjung mendapatkan potret terbaik yang menangkap seluruh pemandangan.
Dan tentunya, gelang bungaku terisi penuh, walaupun di jalan, banyak bunga yang ku petik jatuh karena berat bunga tidak sepadan dengan kekuatan tempel solasi yang aku bawa. Mau lihat penampakannya? Tentu saja, aku akan melampirkan hasil foto akhirnya. Walaupun solasi tidak penuh, ini adalah salah satu hal menyenangkan yang ku lakukan dalam perjalanan kali ini.
Pukul dua belas tepat kami turun. Perjalanan masih menyenangkan sampai sendal gunungku akhirnya menyerah dan lepas pengait atasnya. Untungnya solasi yang aku bawa sedikit membantu. Walaupun tidak lama wkwkwk. Tapi hal itu tidak membuatku kehilangan akal. Ikat rambut yang sebelumnya aku gunakan untuk mengikat rambutku yang akhir-akhir ini banyak rontok, bermanfaat semaksimal mungkin. Ku ikatkan karet tersebut di telapak kakiku, menjaga agar sendal gunung merahku yang ku beli di tahun 2018 itu tidak memisahkan diri dari telapak kakiku. Dan yaa. Cukup berhasil. Sandal gunugku mampu membawa aku turun dan kembali di tempat awal aku memulai semua ini.
Perjalanan turun terasa cukup ringan untukku. Apalagi sebungkus mie instant dan telur, lagi kacang sudah menambah energiku yang habis untuk menanjak.
Yang cukup berbeda dari track sebelumnya adalah, jalanan sudah dilalui banyak pendaki dan juga kendaraan yang berlalu lalang. Hal itu membuat jalanan tanah yang sebelumnya kami lalui menjadi sangat berlumpur dan makin becek. Tapi tak apa. Suatu hal memang berubah-ubah menyesuaikan apa yang sudah terjadi dan dilalui.
Setiap langkah kami kembali pulang, kami selalu mencari titik tujuan. Tujuan pertama kami adalah warung gorengan dan es kelapa muda. Setiap langkah, kami selalu mencari warung itu, karena kami memiliki tekat akan berhenti dan membeli kelapa muda. Satu seperempat jam kemudian kami sampai di warung air kelapa. Segelas air kelapa menyegarkan dahaga kami. Kenapa air kelapa? Karena di warung itu menyediakan es. Dan itu yang dicari temanku. Walaupun air kelapanya terasa hambar, dan terlalu banyak campuran air biasa, itu tak mengapa. Aku cukup bahagia dan senang ketika kedua temanku merasakan lega setelah meneguk segelas es air kelapa. Perhentian pertama itu tidak berlangsung lama, karena waktu sudah menunjukkan pukul satu siang lebih.
Titik kedua kebun kopi. Sepanjang jalan, kami mencari kebun kopi yang cukup luas tadi. Walaupun perjalanan pulang kali ini aku cukup banyak diam. Kami selaku memastikan bahwa setiap kami merasa aman dan bisa melanjutkan perjalanan. Kenapa aku banyak diam? Di dalam kepalaku banyak muncul pemikiran yang aku juga tak mengerti mengapa. Mengapa dulu aku tidak ke sini, setelah ini aku akan menginjak umur tiga puluh tahun, aku harus bagaimana. Kenapa yaa aku seperti ini. Dan tak lupa aku berterima kasih kepada Tuhan karena memberiku dua teman yang baik hati dan dapat saling menjaga.
Akhirnya kebun kopi itu terlihat dan makin terlihat jelas betapa luasnya kebun kopi itu.
Setelah kebun kopi, kami mendapati kafe estetik itu lagi. Dengan pohon magisnya yang tertempel ruter perjalanan. Aku sempat mengambil potretnya lagi. Ketika ku tengok kembali, potret tersebut ku ambil pukul 13.55 WIB. Dua jam yang menyenangkan, yang di waktu tersebut kami banyak bergelut dengan pikiran kami masing-masing.
Peternakan Prabowo. Itu adalah tujuan kami selanjutnya. Kami ingin melihat lebih dekat sapi-sapi yang ada di sana. Celetukan konyol sesekali kami lontarkan satu sama lain untuk terus memupuk energi di dalam diri kami.
"Ahhhh, itu atapnyaaa!!" teriakku kepada mereka berdua.
'Endii Mbakkkk???" tanya mereka dengan sangat excited.
Atap peternakan akhirnya terlihat, walaupun masih sangat kecil. Tapi itu adalah harapan kami. Setiap perjalanan kami lakukan untuk mencari atap peternakan itu, sambil menikmati jalanan tentunya.
Pukul 14.36 kami berdiri dan berhenti di suatu titik ketika sinyal handphone kami mulai kembali. Di titik itu, atap peternakan makin terlihat jelas. Sebuah video konyol kami buat bersama wkwkwk. Tentu tidak akan aku tunjukkan di sini wkwkwk.
DAN VOILLAAAAA.
Setelah tiga jam kami berjalan, kami sampai di gerbang ticketing, dan kembali bertemu Coki yang asik bermalas-malasan di depan pos jaga TNI. Dan kami kembali melihat sapi-sapi yang sedang ashik makan rumput. Seperti nikmat sekali hidup mereka dikelilingi hawa sejuk dan juga pemandangan indah. Walaupun mereka hanya bisa ada di kandangnya.
Kami hanya mengamati dari jauh sapi-sapi dan bangunan peternakan itu. Peternakan yang kami jadikan sebagai tempat patokan kami untuk "sampai" ada di depan mata. Ya akhirnya kami turu. kembali setelah melewati jalur yang menyenangkan itu. Tak lupa ku abadikan peternakan itu dalam bentuk video. Tapi akan ku lampirkan potretnya saja.
Setelah puas melihat sapi, kami kembali ke parkiran. Tepat pukul 15.01 WIB. Kami membuat video akhir. Yang mungkin tidak akan pernah teredit. Video yang memenuhi memori google drive ku yang semakin sesak akan kenangan.
Ya. Setelah beristirahat sejenak, kami kembali ke tempat tinggal kami, perjalanan menempuh kurang lebih 45 menit. Sebelum benar-benar sampai, kami berhenti untuk makan sore di warung pecel lele langganan kami. Tentunya agar malam kami dapat beristirahat dan tidak direpotkan dengan rasa lapar.
Ku lihat jam taganku, menunjukkan pukul 16.15 WIB. Kami sudah ada di rumah kami masing-masing. Dan kalian tau, beberapa waktu setelahnya, hujan deras kembali menemani tenggelamnya mentari di Bogor. Kami sangat bersyukur karena Tuhan Maha Baik. Hujan turun ketika kami sudah kembali ke rumah kami. *love*
Cukup panjang ya ternyata ceritaku. Tapi ada beberapa hal yang bisa aku maknai dalam perjalanan kali ini. Pertama, kita tidak akan tau seberapa hancur hati seseorang, karena setiap kita punya cara masing-masing untuk mengungkapkan atau mengekspresikannya. Orang-orang yang terlihat tangguh ini mungkin sedang berusaha menyembuhkan perasaannya masing-masing tanpa berteriak-teriak. Cukup hati mereka yang merasakan. Ataupun sebaliknya. Kedua, untuk mencapai sebuah tujuan yang panjang, kita harus menentukan langka-langkah kecil terlebih dahulu. Jika tujuan kita amatlah panjang, maka kita perlu membagi tujuan itu ke dalam beberapa titik kecil. Semuanya akan terasa lebih mudah dan bisa digapai. Kalau kita fokus dan tekun, kita akan mencapainya.
Aku akan ceritakan apapun kepadamu. Dulu, aku selalu bercerita kepadamu. Apa yang aku makan, buku apa yang aku baca, musik apa yang aku dengarkan, tempat mana yang akan aku tuju, mie ayam mana yang enak dan kurang enak, bahkan baju mana yang mudah disetlika dan susah disetlika, kamu tau. Tapi semenjak aku tahu kamu tidak melakukan hal yang sama. Aku perlahan menarik diri. Mempertanyakan kembali.
Lucu ya. Hal kecil selalu ku ceritakan padamu.
Tapi kamu seolah tidak ingin aku tau apa yang kamu lakukan. Apa yang kamu makan. Apa musik yang kamu dengarkan. Ke mana kamu akan pergi.