Manusia Rapuh
Frasa ini menjadi sangat menarik. Bagaimana digambarkan manusia adalah sesuatu han yang sangat rapuh. Di balik tulang kuat dan ototnya yang terlatih. Hatinya sangat rapuh.
Frasa ini menjadi sangat menarik. Bagaimana digambarkan manusia adalah sesuatu han yang sangat rapuh. Di balik tulang kuat dan ototnya yang terlatih. Hatinya sangat rapuh.
Pertengahan bulan Juni lalu, ketika mengikuti seminar Prof. Djo, sebuah lembar kerja memantik kreativitas. Waktu itu sempat membaca sebuah konten, berdasarkan hasil peneitian, mencoret-coret kertas atau menggambar, merupakan salah satu bentuk terapi mengatasi stress. Lalu aku coba lah. Hasilnya, kurasa, tidak begitu buruk.
Lalu seminggu kemudian, kuputuskan untuk membeli sketchbook. Untuk media Stress Relief. Sudah terpikir sejak di kereta ketika pulang ke Yogya. Mau menggambar siluet pemandangan di kereta. Tapi belum kesampian. Lalu akhirnya hari ini, Kamis, 3 Juli 2025. Mulai menggambar. Mungkin ini akan jadi pilihan stress relief yang menyenangkan. ❤️🩹
Teman.
Menjaga pertemanan ini cukup sederhana. Dan menyenangkan tentunya. Tidak banyak drama. Terima kasih, Ibu Suri Nala. ❤️🩹
Terima kasih pula, Nicho, Eka yang selalu ada di Jakarta, Bogor ataupun di Jogja ❤️🩹
Untuk yang selalu ada juga, di Bogor. Mas Rico, Bu Arini, Bu Maya.❤️🩹
Kamu tak lagi tertarik menggunakannya. Ketertarikanmu padaku pun juga sirna seketika. Maukah kau ceritakan kepadaku, apa yang membuatmu berubah pikiran? Apa yang telah kulakuan hingga kita berakhir seperti ini?
Puluhan kali kutanyakan. Tapi tak pula ku dapatkan jawaban. Jawaban itu juga lenyap seiring notifikasi yang senyap.
Katamu waktu kita sudah habis. Tapi aku masih ingat jelas kalimat ini. WAKTU SELALU ADA, KITA YANG TIADA.
Mungkin, memang kamu yang tiada. Energi itu bagaikan hilang ditelan kilat.
Akhir-akhir ini aku kurang suka dengan kata itu. Ketika aku bertanya, "Sayangkah kau padaku?"
Dan kamu menjawab, "Sayang, meski pun ...."
Kenapa tidak kau jawab dengan "Sayang" saja. Kenapa harus ada meski yang mengikutinya. Bukankah sayang dan kasih ada tanpa syarat?
Beberapa waktu belakangan ini, terasa familiah sekali dengan kata kemelekatan. Bahwa manusia harus belajar melepaskan semua kemelekatan. Bahwa semua hal yang ada di dunia ini sama sekali tidak ada yang milikmu. Bahkan tubuhmu sendiri. Semua yang ada di alam semesta ini milik Tuhan dan milik alam. Katanya, dengan melepaskan kemelekatan, kita bisa mencapai titik happiness.
Tapi bagimana caranya, Tuhan? Dia tidak membalas pesan singkatku selama kurun waktu tertentu saja, aku sudah patah hati.
Hari ini aku kembali menanyakan hal yang sama. Aku hanya perlu satu kata saja. Namun kamu akhir-akhir ini selalu menambahkan kata "meski". Aku tidak perlu kata meski.
Akhirnya aku ubah. Tinggal sehari lebih lama nampaknya bukan perkara ❤️